SuaraINetizen.com, JAKARTA – Nasib PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) tampaknya semakin terpuruk setelah suspend perdagangan saham berkode WIKA kembali diperpanjang oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Suspensi yang sudah berlangsung sejak Februari 2025 itu menjadi salah satu yang paling panjang. Sejak keputusan tersebut dijatuhkan, seluruh aktivitas jual–beli saham WIKA dihentikan total.
Perpanjangan suspend yang diumumkan pada 3 November 2025 diyakini kuat berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan. Indo Premier Sekuritas bahkan memaparkan laporan bertajuk “WIKA Tunda Bayar Pokok Sukuk Mudharabah Seri A 2022, Saham Lanjut Disuspensi”, yang menambah gambaran suram perjalanan finansial WIKA.
Pelaksana Harian Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Bima Ruditya Surya, mengungkapkan bahwa Bursa menerima informasi mengenai penundaan pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan III Tahap I Tahun 2022 Seri A yang jatuh tempo pada 3 November 2025.
Menurut Bima, “hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha Perseroan. Atas dasar itu, BEI memutuskan untuk melanjutkan kembali suspensi perdagangan saham WIKA di Bursa.”
Keputusan tersebut berlaku hingga pengumuman lebih lanjut. “Bursa meminta kepada pihak-pihak terkait untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan perseroan,” tambahnya.
Sejak disuspend selama 10 bulan terakhir, harga saham WIKA mandek di posisi Rp 204 per lembar. Meski tidak dalam posisi terendah, angka itu jauh dibandingkan puncak harga saham WIKA yang pernah mencapai Rp 3.608 pada tahun 2015. Bahkan pada Juni 2024, saham WIKA sempat terperosok hingga Rp 78.
Dengan demikian, dalam rentang sepuluh tahun terakhir, saham WIKA mengalami penurunan yang sangat drastis.
BEI menegaskan tidak ada praktik “tebang pilih” dalam menerapkan suspend terhadap emiten. Seluruh tindakan mengacu pada UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta POJK 37/POJK.04/2020 mengenai keterbukaan informasi. Aturan ini mewajibkan setiap emiten melaporkan kondisi keuangan dan informasi penting lainnya secara transparan kepada publik. Jika tidak, ancaman delisting dapat terjadi dan kepercayaan investor akan menurun.
Karena itu, langkah WIKA menyampaikan informasi penundaan pembayaran pokok sukuk patut diapresiasi sebagai bagian dari keterbukaan. Namun demikian, keterbukaan informasi tidak serta-merta menghapus kewajiban utang perusahaan.
Sayangnya, tidak semua lembaga setegas BEI dalam melindungi uang rakyat.
Yang menarik, ketika sahamnya masih disuspend, WIKA justru lolos sebagai peserta proyek besar pembangunan jaringan gas Dumai–Sei Mangkei. Proyek yang dibiayai APBN sebesar Rp 6,6 triliun ini bukan proyek kecil. Justru sebaliknya, proyek ini dinilai strategis karena kelak akan memperkuat pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Gas yang berasal dari Aceh akan dialirkan melalui jaringan pipa menuju Sumatera hingga Jawa. Sistem pipa tersebut diharapkan mampu menekan biaya pengiriman gas secara signifikan karena lebih efisien dan murah dibandingkan metode transportasi lainnya.
Namun, keikutsertaan WIKA dalam tender proyek berskala besar menimbulkan tanda tanya. Dalam dunia perbankan, debitur yang gagal bayar pada tahap tertentu langsung dihentikan seluruh fasilitasnya hingga utang lama dilunasi. Tidak ada ruang untuk mengajukan pinjaman baru sebelum kewajiban sebelumnya diselesaikan.
Prinsip kehati-hatian itu penting. Sama halnya dengan BEI yang harus tegas, industri lain pun demikian. Jika tidak, kepercayaan publik akan pudar.

More Stories
Tender Proyek Jargas Dumai–Sei Mangkei Diduga Sarat Kejanggalan, CERI: “Ada Syarat Tak Lazim dan Peserta Kol-3 Lolos”
Tifauzia Tyassuma Penuhi Wajib Lapor di Polda Metro Jaya, Kuasa Hukum Minta Perkara Segera Dilimpahkan ke Pengadilan
Operasi Zebra 2025 Kakorlantas Polri Tuai Apresiasi pengamat: Edukatif dan Humanis