Ket : Proyek Turap Jakarta Timur
SuaraINetizen.Com – Jakarta Timur, Upaya mencari kebenaran atas dugaan belum dibayarkannya upah para pekerja proyek turab di Kelurahan Makasar, Jakarta Timur, berujung pada peristiwa janggal. Alih-alih mendapat klarifikasi, awak media justru dihadang saat mencoba mengonfirmasi ke pihak Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Timur, Senin (20/10/2025).
Peristiwa itu terjadi di lantai 7 Kantor Wali Kota Jakarta Timur, lokasi kantor Suku Dinas SDA. Seorang petugas keamanan bernama Cheko menghentikan langkah awak media yang hendak melakukan wawancara.
> “Maaf pak, saya tidak bisa mengizinkan masuk. Lebih baik bersurat dahulu, siapa yang ingin ditemui,” ujar Cheko sambil menahan awak media di depan pintu masuk kantor SDA.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), instansi pemerintah wajib membuka akses informasi publik, termasuk pelaksanaan proyek yang menggunakan anggaran negara. Tindakan menghalangi permintaan informasi bahkan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak publik atas keterbukaan.
Dugaan ketertutupan semakin kuat ketika di lokasi proyek turab itu tidak ditemukan papan informasi kegiatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam aturan tersebut, setiap proyek pemerintah wajib memasang papan nama proyek yang mencantumkan:
Nama dan lokasi kegiatan
Nomor dan nilai kontrak
Sumber dana
Nama pelaksana
Jangka waktu pelaksanaan
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya proyek berjalan tanpa identitas jelas, bahkan para pekerja mengaku belum menerima upah hingga berita ini diturunkan.
Mencoba menelusuri lebih jauh, awak media kemudian menuju Suku Dinas Tenaga Kerja (Wasnaker) Jakarta Timur di gedung yang sama.
Di sana, perwakilan Wasnaker, Lyder, membenarkan bahwa persoalan seperti ini kerap terjadi, dan pihaknya siap menindaklanjuti jika para pekerja melapor secara resmi.
“Ini dilema pekerja, tapi kami masih bisa perjuangkan. Asal para pekerja turab datang langsung ke kami,” ujar Lyder.
Pernyataan tersebut membuka kemungkinan adanya pelanggaran terhadap ketentuan ketenagakerjaan, terutama terkait hak pembayaran upah sebagaimana diatur dalam Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan:
“Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.”
Jika benar terjadi penundaan atau pengabaian pembayaran upah, maka pihak pelaksana proyek dapat dijerat sanksi pidana sesuai Pasal 185 ayat (1) undang-undang yang sama, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun atau denda hingga Rp400 juta.
Selain soal upah, publik juga patut mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran dalam proyek turab tersebut. Ketidakadaan papan proyek, sulitnya mengakses pejabat berwenang, dan tidak adanya informasi mengenai pihak pelaksana menjadi sinyal lemahnya pengawasan terhadap proyek pemerintah di tingkat daerah.
Menurut pakar kebijakan publik, tindakan menutup akses informasi seperti ini berpotensi melanggar Pasal 52 UU KIP, yang menyebut bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat akses informasi publik dapat dipidana penjara maksimal satu tahun atau denda Rp5 juta.
Hingga berita ini diturunkan, Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Timur belum memberikan keterangan resmi.
Redaksi membuka ruang klarifikasi bagi pihak SDA, kontraktor, maupun instansi terkait lainnya jika terdapat informasi tambahan atau koreksi atas pemberitaan ini.
Namun satu hal kini menjadi jelas:
Proyek turab di Jakarta Timur bukan hanya soal infrastruktur yang berdiri di pinggir kali melainkan soal hak pekerja, keterbukaan informasi publik, dan tanggung jawab moral pemerintah daerah terhadap uang rakyat yang mereka kelola.

More Stories
Saiful Chaniago Apresiasi Prabowo Sukses Kembalikan Kepercayaan dan Optimisme Rakyat
Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Babinsa Tinjau Langsung Panen Padi
Kehangatan Kebersamaan dalam Gotong Royong Warga Kampung Bulangkop